August 4, 2016

TIPS MEMAKAI JUMPSUIT UNTUK WANITA BERHIJAB


Sekarang sedang balik trend lagi nih jumpsuit, emang lucu gitu sih dilihatnya. Saya masih inget saya suka pakai jumpsuit saat kuliah, satu dengan bawahan celana pipa lebar yang lainnya bawahan rok. Jaman itu jarang model baju jumpsuit untuk cewek berhijab. Kebanyakan yang pendek dan kutung. Jadi kalau nemu gamis atau celana panjang pipa lebar model jumpsuit penginnya beli mulu.

Penginnya, tapi kan terbatas juga ya dananya LOL. Manteman suka pakai jumpsuit juga nggak? Yah meskipun sekarang sudah enggak karena berbagai alasan, mungkin ada yang pernah suka banget dulu-dulu?

Bagi yang belum pernah dengar, jumpsuit adalah model pakaian yang menyatu dengan bagian bawahannya. Jumpsuit ini cocok dikenakan oleh siapa saja termasuk dikenakan oleh wanita berhijab yang ingin bergaya santai dan simple. Desain jumpsuit yang menyatu dengan bawahannya membuat model pakaian ini dikatakan pilihan baju untuk gaya yang casual. Kini bermacam-macam Jumpsuit dari warna dan motif ada mulai dari model lengan pendek hingga lengan panjang yang pas dipakai untuk wanita berhijab. Omong-omong soal Jumpsuit untuk wanita berhijab, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dengan tips memakai jumpsuit untuk wanita berhijab. Apa aja sih? Ini detailnya:

#1 Pilih warna yang Tepat

Pemilihan warna pada Jumpsuit sangatlah penting. Warna jumpsuit bisa memberikan kesan terhadap bentuk tubuh sesorang. Pilihlah warna yang gelap. Warna gelap seperti hitam dan biru tua tidak akan membuat tubuh kamu terbentuk. Selain itu warna gelap bisa membuat badan kamu terlihat kurus jika kamu punya bentuk tubuh yang gemuk apalagi kalau yang udah lama bakar timbangan kayak saya haha. Namun jika kamu tidak suka warna gelap, kamu bisa menyiasatinya dengan motif meskipun warna yang kamu pilih warna-warna pastel yang terkesan cerah.

#2 Perhatikan Ukuran Jumpsuit
Selain warna, kamu juga harus memperhatikan ukuran Jumpsuit yang pas untuk tubuh. Pilihlah ukuran yang lebar atau besar karena akan membuat kamu bebas bergerak. Ukuran Jumpsuit yang lebar dan besar adalah pilihan yang tepat karena tidak akan membuat tubuhmu terbentuk.

#3 Padu padankan Jumpsuit
Bosan dengan jumpsuit punya kamu yang berasa gitu-gitu aja, kreasikan yuk! Jika kamu punya Jumpsuit yang tidak berlengan, kamu bisa padu padankan Jumpsuit dengan tambahan cardigan atau jaket dengan bahan yang tipis. Untuk cardigan, pilihlah yang panjang sehingga bisa menutup bagian belakang tubuhmu jadi tetap sopan. Kamu pun juga bisa menggunakan jaket tipis sebagai alternatif lain. Untuk hijab disarankan untuk disesuaikan dengan Jumpsuit. Usahakan warna kerudung dan Jumpsuit senada. Jangan lupa juga untuk memakai aksesories pelengkap seperti kalung panjang atau gelang terutama kalau seluruh pakaian yang kamu kenakan cenderung plain. Terutama buat yang pakai jumpsuit untuk urusan kerja yang bertemu banyak orang atau dedek-dedek ceria.

Ketiga tips memakai Jumpsuit untuk wanita berhijab itu bisa menjadi referensi kamu yang mungkin pengin pake jumpsuit tapi masih bingung gaya apa yang cocok saat memakainya. Terutama yang udah punya jumpsuit di lemari tapi nggak dipakai-pakai karena nggak pede. Padahal jumpsuit bisa dikenakan kemanapun lho, mau acara formal atau sekedar jalan-jalan Jumpsuit tetep cocok dipakai. Jumpsuit yang kamu inginkan bisa kamu temukan dengan mudah di MatahariMall. Toko online ini jual jumpsuit murah namun berkualitas. Nggak abal-abal padahal murah lho.  Memang nih mataharimall selalu mengerti kebutuhan fashionmu baik yang masih dedek-dedek atau yang sudah kakak-kakak seperti saya :)))))
Jadi, sudah siapkah kamu tampil dengan Jumpsuit?

July 31, 2016

TENTANG RELASI SAYA DAN KOPI



“ Lho kok ada warung kopi lagi,” suami berkomentar kaget saat menyetir menuju rumah di Surabaya Barat. Saya menatap melewati jendela kaca mobil, mengawasi warung kopi baru yang berdiri megah di pinggir jalan menuju rumah.

Kekagetannya adalah sebuah hal yang wajar mengingat semenjak menikah dan kami tinggal di Surabaya barat semakin banyak saja warung-warung kopi yang berjajar di pinggir jalan. Bahkan sebelum dekat dengan wilayah rumah pun, warung-warung kopi seperti ini telah lama menjamur. Perhatikan saja di daerah Banyu urip yang dahulunya adalah jalan kecil yang padat dengan kendaraan lalu lalang dan pedagang kaki lima.

Dahulunya daerah itu adalah sisanya adalah sungai yang cukup dalam sebelum pembangunan pemerintah membuat area sungai menjadi perlebaran jalan sehingga jalan tersebut masing-masing menjadi jalan satu arah.

Perlebaran jalan itu nampaknya tidak berdampak terlalu signifikan, justru semakin banyak pedagang kaki lima dan pasar kaget yang menggelar dagangannya di pinggir jalan membuat jalan yang sebenarnya lebar menjadi sempit. Disamping itu berdiri pula warung-warung kopi yang menyediakan kopi panas dan aneka minuman lain yang bisa dinikmati bersama mie instan dan gorengan yang juga menjadi menu warung.

Dulu di jalan dekat menuju rumah ada sebuah warung kopi yang saban hari ramai terus dikunjungi pembeli. Bangunannya temporer seperti tenda nikahan, dibawahnya terdapat jajaran meja-meja panjang dan anak muda yang menikmati secangkir kopi sambil mengobrol sesame mereka. Ada juga yang membiarkan cangkir kopinya dingin begitu rupa tanpa menyesapnya sedikitpun, mata menekuri layar ponsel dengan wajah serius, mungkin sedang menikmati fasilitas wifi.

Warung kopi 24 jam dengan fasilitas wifi sementara harga kopi tentu saja jauh selisihnya dibandingkan dengan kedai kopi yang erat branding produknya dengan lokasi di mall-mall dan menjadi lokasi rutin berkumpulnya eksekutif muda. Harga kopi bisa membeli semangkuk bakso jagalan dengan porsi yang bikin kenyang sampai bosan. Itulah alasannya mengapa kaum pria terutama para anak-anak muda kerasan bertahan berjam-jam nongkrong di tempat tersebut.

“Rame ya?” kata saya, berceletuk saat pertama kali melihat tenda tersebut. Saat itu dini hari dan suami baru saja menjemput saya dari bandara setelah salah satu perjalanan melelahkan dari Jakarta karena urusan pekerjaan dan kami masih pasangan muda yang menjalani long distance marriage karena pekerjaan.

“Ya biasa gitu, lihat saja kalau ramai terus nanti pasti ganti jadi bangunan setengah permanen kemudian full permanen,” komentar suami.

Beberapa bulan kemudian setelah percakapan kami, benar saja warung kopi tenda telah menjadi setengah permanen. Dan saat ini disebelah-sebelahnya berdiri warung kopi serupa, ada yang menawarkan konsep kafe terbuka dengan menyediakan menu-menu makanan dan yang belum lama buka bertempat di sebelah gang masuk tempat tinggal kami. Warung kopi yang ini kecil saja dengan bangunan warung yang khas dari tripleks dan kayu, konsep gratis wifi dan menyediakan menu jagung bakar yang dibakar langsung setiap ada order di sebelah warung.

Konsep kopi sudah lama bergesar, dulu kopi dinilai sebagai minuman yang diseduh untuk menemani bapak-bapak meronda dan diseduh saat pagi untuk menemani membaca Koran. Kadangkala diseduh saat sore ketika mulai mengantuk dan kita sudah tidak lagi berkonsentrasi pada meeting yang kita hadiri atau pekerjaan yang sedang kita tangani. Sangat jarang orang yang menyantap kopi saat malam hari karena kebanyakan orang meyakini kita akan susah tidur karenanya, tentu saja pengecualian pada bapak-bapak atau pemuda yang bertugas ronda.

Saat ini kopi dinikmati malam-malam bahkan dini hari, tanpa alasan ronda apalagi pekerjaan. Kopi disesap perlahan hingga dini hari, sedikit demi sedikit dan bertukar obrolan dengan teman entah membahas tentang game online, akademis atau justru masalah perasaan. Ya mungkin lelaki tidak suka berbicara masalah perasaan, tapi berpikir mengenai perasaan mampu membuat seorang lelaki berdiam diri semalam suntuk hanya berteman kopi dan gangguan hati.

Saya adalah pencinta kopi, sejak kecil adalah kegemaran saya memakan biji kopi yang masih wangi baru saja digoreng dengan pasir. Bagi saya rasanya enak, wanginya pun tidak tertandingi. Demikian juga kopi yang dihaluskan kasar menggunakan tangan ala nenek saya, seorang wanita dari sebuah desa kecil di Tuban. Memang banyak ampasnya, sering pula saya meminum kopi bersamaan dengan ampasnya. Enak, hangat dan perut saya tidak pernah sakit karena nyeri lambung. Belakangan saya tahu, meminum kopi tanpa merasa sakit perut mungkin adalah pengaruh dari kopi yang diolah dengan baik dan alami karena saya sering mengalami sakit perut dan lambung yang rewel setelah minum kopi sachet setelah merantau jauh dari Tuban.

Dalam perantauan, kopi selalu identik dengan sekumpulan laki-laki muda yang membuang-buang waktu. Maka saya memilih membawa serta bubuk kopi dari kampung halaman di masa awal perantauan atau meminumnya dari seduhan pantry, dalam kedai-kedai kopi di mall atau minimarket terdekat (dua hal terakhir ini baru saya lakukan ketika saya bekerja). Enak, saya selalu suka momentumnya. Menyesap kopi sembari menulis, membaca buku atau menggambar di coffee shop. Sering sendirian karena kondisi Jakarta membuat saya tidak selalu bisa bertemu setiap saat dengan teman-teman. Itulah waktu pribadi bagi saya.

Menyenangkan. Kopi akan selalu jadi minuman yang istimewa bagi saya, tapi tidak seistimewa itu, special but there’s nothing that special.

Suami bukanlah orang yang suka meminum kopi, dia lebih suka teh, susu atau air putih saja. Karena itu saya tidak pernah benar-benar menikmati secangkir kopi bersamanya. Lebih banyak saya menyesap kopi saat sedang di depan laptop dan menulis.

Suatu hari karena bosan dengan rutinitas kami pergi ke Malang, memarkir kendaraan disebuah tempat wisata di Batu kemudian malah berjalan-jalan keluar tempat wisata. Kami menemukan trotoar yang digelari dengan tikar-tikar, penjual kopi dan minuman lain, bakso, sate dan jagung bakar yang berjajar. Tikar dipenuhi anak muda dan keluarga yang duduk-duduk. Kami mengambil satu tempat kosong. Saya memesan kopi tubruk panas dan suami susu cokelat hangat. Tempat itu sederhana namun pemandangannya luar biasa.

Kami disuguhi pemandangan lampu kota yang terhampar di bawah kami. Kami mulai berbincang dan tertawa tentang segala hal, mengenai hal-hal serius seperti rencana kami kedepan maupun hal-hal absurd seperti betapa kami kadang melakukan perjalanan spontan seperti ini hanya untuk keluar dari rutinitas. Lihat saja, duduk bersila diatas tikar sederhana menghadapi dua gelas minuman dalam hawa dingin kota batu dengan memandangi lampu-lampu rumah penduduk. Kami tertawa dan saya mulai menyesap kopi perlahan yang telah menghangat karena hawa dingin.

Saya tersenyum kecil, menyadari bahwa ini adalah pelarian kami dari aktivitas yang mungkin paling sederhana namun mengantarkan saya dalam mengerti sesuatu. Kopi adalah minuman yang istimewa, sungguh.

Tetapi dia menguarkan aroma dan rasa terbaiknya saat dinikmati bersama dengan orang yang paling penting dalam hidup kita.
Bahkan dalam bentuk yang sesederhana dan seterjangkau segelas kopi tubruk.

BLOG CUSTOMIZED: HELLO PANDORA




Hello Pandora dengan alamat www.pandoraboks.com ini adalah blog saya yang isinya mengenai informasi dan tips. Sebelumnya, layoutnya ala-ala banget dan cukup berantakan. Saya memutuskan untuk memberinya layout baru seperti berikut ini, maksudnya biar saya semangat ngupdatenya. Cerita di balik blog yang sudah saya miliki lebih dari empat tahun lalu adalah ini blog pertama saya yang menggunakan bahasa inggris. Dibuatnya untuk pemancing iklan sekaligus sambil belajar nulis bahasa linggis. Blog ini sempat lama terabaikan sebelum saya memutuskan untuk mengelolanya kembali dengan cara membeli domain baru dan mendadaninya dengan template baru agar lebih fresh. Bikin yang mampir krasan, bikin yang nulis update semangat gitu maksudnya.

Padanannya masih putih sebagai dasar, kemudian hitam, abu-abu dan pink sebagai elemen penghiasnya. Sampai saat ini keempat warna itu kayaknya masih jadi selera saya dalam bikin layout untuk blog sendiri. Karena keseringan makanya anindyarahadi.com ini agak beda, pakai warna hijau mint :)

Suka dengan pengerjaan saya?
Tertarik merubah template blog dengan customize sesuai keinginan sehingga blog teman-teman jadi semakin personal? Bisa hubungi saya via email di anindyarahadi@gmail.com, masih tanya-tanya juga nggak apa-apa kok ;)

Sementara platform blogger only dulu ya... wordpress coming soon insyaAllah :)


July 26, 2016

MASA SULIT SAAT MERANTAU


"Apa rasanya jauh dari rumah?" 
"Emmm....."

Mungkin teman-teman yang lama merantau juga sering mendapat pertanyaan serupa dari keluarga atau teman-teman yang tinggal, menempuh pendidikan dan bekerja tidak jauh dari rumah.

Agak bingung menjawab pertanyaan seperti itu karena pada dasarnya saya juga sudah lumayan lupa apa yang sedang saya rasakan saat harus jauh dari rumah dan merantau untuk pertama kalinya. Masa itu saya sudah ngeblog meskipun tidak rutin dan sering karena aktivitas blogging saya ditentukan oleh kapan kunjungan saya yang berikutnya ke warnet. Jadi ya nggak ada dokumentasi curcolnya *LOL.

Pertama kali harus tinggal di kota orang adalah saat saya hendak ikut tes penerimaan mahasiswa baru universitas negeri. Saya bimbingan ke Surabaya untuk persiapan ujian ini, saya juga tinggal di Surabaya hingga tes penerimaan usai. Saya nggak begitu ingat jelas mengapa bimbingan persiapan ujian seperti ini harus keluar kota, padahal di kota saya juga banyak bimbingan-bimbingan belajar untuk persiapan tes ini. Tinggal pilih. Tapi ternyata saya nggak sendiri tuh. Banyak anak-anak lain yang bahkan daerah asalnya lebih jauh dari saya tapi memilih kota tempat bimbingan belajar yang sama.

Mungkin karena Surabaya adalah salah satu kota favorit untuk melanjutkan pendidikan, jadi mengukur kemampuan kita disini lebih akurat untuk perkiraan dibandingkan dengan kota asal dalam try out-try out. Ini penting untuk mawas diri juga, apalagi sasaran kita adalah kampus dan jurusan favorit yang satu bangkunya bisa kita peroleh jika kita mampu mengungguli sekian banyak peserta ujian lain.

Saat itu saya mungkin belum merasakan yang sebenar-benarnya menjadi perantai. Mungkin karena bimbingan hanya berlangsung sekian bulan dan karena kebanyakan teman-teman di SMA memilih kompleks bimbingan yang sama sehingga nggak begitu berasa kesulitannya.

Rasa sebenar-benarnya jadi perantau saya rasakan ketika saya sudah masuk kuliah di bulan-bulan semester pertama dan bulan puasa. Entah karena salah makan atau badan memang sudah tidak enak, menjelang pukul dua belas saya muntah-muntah di kamar mandi mengeluarkan semua makanan yang saya konsumsi pada saat sahur. Tak cukup dengan itu saya juga diare sehingga badan lemas luar biasa. Saya kemudian memutuskan untuk tidak puasa dulu. Makanan apapun terasa nggak enak.

Pengurus rumah kos membantu mengantar saya ke dokter terdekat, tapi saat ke tempat praktek dokternya sedang tidak ada di tempat. Ke dokter lain juga jauh, kondisi saya tidak memungkinkan. Nggak bisa jauh-jauh dari kamar mandi lah pokoknya. Baru saat kunjungan berikutnya beliau ada di tempat dan saya segera mendapat penanganan juga obat. Saya keracunan makanan, menurut beliau.

Saya terbayang menu sahur terakhir yang dingin dan langsung bikin perut saya bereaksi nggak enak, saya nggak sendirian mengalaminya, teman kos yang barengan beli makan juga sakit serupa. Kapok beli makan di warung tersebut lagi padahal sebenarnya masakannya enak.

Waktu itu ponsel baru bisa sms, telepon, mms dan aplikasi chatting sederhana saja belum seperti sekarang yang perkembangannya serba memudahkan. Bahkan konsultasi kesehatan online, cari dokter dan rumah sakit terdekat juga membuat janji dengan dokter bisa dilakukan melalui situs dan aplikasi Konsula.com. Nggak perlu kecele lagi karena datang tapi dokter sedang tidak ada ditempat. Layak coba banget ini, terutama bagi para perantau yang tentunya harus mengurusi diri sendiri.

Kalau menurut teman-teman masa paling nggak enak kala merantau apa? :)


July 22, 2016

MENGINAP CANTIK DI HOTEL YANG CIAMIK, ALILA SEMINYAK

Apa yang teman-teman harapkan dari hotel yang bertarif wah? Fasilitas lengkap, bertekhnologi tinggi serta pelayanan yang ramah? Itu mah biasa. Bagi saya yang senang bepergian dan selalu merasa nyaman jalan-jalan, hotel yang wah berarti hotel yang mampu membuat saya merasa aman dan seperti berada di rumah.

Iya, rasa aman ini ternyata saya dapatkan di dalam kawasan dengan nuansa alam dan bukan hi-tech dengan kesan minimalis. Memang saya nggak alergi dengan teknologi, tapi mengenai tempat untuk istirahat, saya lebih memilih nuansa back to nature dengan pemandangan alam yang sekitar yang menyenangkan mata.

Ketika seorang sahabat mengajak berkunjung ke sebuah hotel yang baru dibuka di Bali, pertanyaan saya adalah apakah hotel itu technology minded seperti kebanyakan hotel lain yang pernah saya inapi? Karena sebenarnya kami bisa mencari penginapan di Bali seperti wisma warga yang homy dengan pelayanan tulus deh. Dia malah senyum-senyum sendiri sambil bilang, you have to see to feel it. Ya sudah, karena saya percaya pada seleranya jadilah kami di sini di Alila Seminyak.

Alila Seminyak ini berada di Jl. Taman Ganesha No.5, Kerobokan, Kuta yang letaknya tepat di depan pasir putih Pantai Seminyak yang cantik. Sesaat, saya takjub menghadap hamparan pasir yang luas menuju laut lepas. Indah, lepas dan biru adem.

Memasuki lobby, saya terpesona dengan desain hijau dan kayu yang mendominasi. Deretan tanaman dipasangkan di dinding di antara barisan kayu dengan penggunaan lampu hemat energi. Memberi kesan romantis yang homey bagi setiap tamu yang datang.

Photoright: travel2next.com

Tanaman di sini tidak sekedar menjadi penghias di pot-pot besar di sudut ruangan. Tapi menjadi bagian dari desain yang menyatu dengan elemen lainnya. Percampuran arsitektur kontemporer tenun, tanaman hijau dan tanaman dinding nampak serasi dan segar.

Setiap ruangan didesain luas dan lapang sehingga memberikan kesan nyaman dengan ventilasi terbuka yang berasal dari angin laut dan minim penggunaan AC di ruang publik. Wow, ternyata desain ini merupakan komitmen Alila Seminyak untuk menjadikan hotel ini sebagai hotel yang ramah lingkungan dan mempunyai sensitifitas ekologis tinggi di Bali. Keren, yah!

Photoright: nowjakarta.co.id

Saya langsung mengajak sahabat berkeliling hotel. Kamar, tentu saja yang pertama harus dicek. Kami memilih kamar deluxe dengan view garden hijau dengan bed ukuran king dan TV 40 inch dilengkapi channel satelit. Oke lah, jika dibandingkan dengan harga per malamnya yang berkisar 4 jutaan.

Kamar didesain tetap memberikan ventilasi luas dengan memberikan pintu teras pada balkon sendiri. Setiap kamar di sini mempunyai balkon pribadi dengan pilihan view garden atau ocean. Ketika membuka pintu balkon, saya melihat deretan pohon entah apa namanya ditanam rapi berjajar di antara batu-batu alam yang didesain dinamis.

Photoright: designhotels.com

Dinding kamar diberi interior kayu cokelat tua untuk menyesuaikan dengan furnitur yang dominan dengan warna pastel dan coklat. Kursi santai tersedia di dalam kamar dan di teras dengan sofa cover polos yang memberi kesan lapang dan bersih.

Lanjut ke kolam renang, hotel ini tidak pelit-pelit menyediakan kolam renang. Tersedia kolam renang di berbagai area mulai dari yang berada di tepi pantai untuk dewasa dan anak-anak termasuk satu kolam renang yang didesain untuk pool party. Menurut resepsionis, penthouse yang berada paling atas disediakan dengan kolam renang terpisah. Dengan view laut dari ketinggian, berenang disini seakan berenang di udara. Menarik sekali juga instagrammable ya. Tapi tidak oke dengan tarifnya yang mencapai puluhan juta semalam dan isi kantong saya yang nggak nyampek segitu.

Photoright: destinasian.com

Lanjut ke tempat makan. Tidak asyik liburan di tempat mewah tapi makanannya payah. Sambil menikmati pemandangan di kiri kanan, kami makan siang di salah satu restoran yang ada di resort ini. Kami pilih tempat di luar ruangan dengan view tepi Pantai Seminyak. Dengan tetap mengusung konsep perkayuan, restoran ini didominasi dengan furnitur terbuat dari kayu berkualitas dan lantai parket kayu juga.

Photoright: au.news.yahoo.com

Kesan luas dan ventilasi terbuka tetap digunakan. Semilir angin pantai bisa masuk ke restoran yang terletak di antara bar dan kolam renang ini. Menu yang disediakan mulai dari western, asia dan tentu saja menu lokal Indonesia punya. Dan serunya, untuk makan siang dan malam restoran menyajikan hidangan dengan sistem open kitchen. Jadi kita bisa melihat chef-chef ahli mengolah makanan dan langsung bisa kita ambil. Fresh from the oven kata orang bule.

Kayaknya nggak cukup semalam untuk bisa menikmati semua fasilitas disini. Tapi lumayanlah bisa merasakan kemewahan nan back to nature dari Alila Seminyak. Cocok banget buat saya yang perhitungan kalo soal cinta lingkungan.