October 11, 2016

INTERNET DAN SEPASANG CINCIN PERAK

Ada yang bilang bahwa manusia bisa hidup tanpa makan seharian tapi akan sangat gelisah kalau tidak ada listrik dan jaringan internet. Memang opini itu disampaikan dalam meme internet yang entah sudah di share keberapa kalinya dan siapa penggagasnya sudah tidak ketahuan lagi siapa, tapi ya memang opini yang mirip dan serupa sering kita temui kok. Tidak cuma meme, kadang juga video kreatif yang diparodikan oleh anak-anak muda.

Iya kita sekecanduan itu pada koneksi internet, bahkan saya pun rasanya tidak bisa menjalani hari tanpa mengecek inbox email dan notifikasi sosial media. Rasanya itu sudah jadi bagian dari rutinitas, serutin bangun tidur dan tangan meraba-raba kemana ponsel terletak untuk melihat jam berapa saat itu bukannya malah menengok pertama kali pada jam dinding.
Iya?
Kalau saya iya sih :p

Hari ini, segala hal tidak berjalan seperti yang saya rencanakan, penginnya bangun pagi langsung mandi dan mengerjakan cicilan tulisan selain membaca buku teks dari lembaga pelatihan tapi semuanya berantakan ketika saya baru saja selesai mandi, bersiap duduk menghadapi layar kotak komputer portabel dan mendadak lampu kamar mati. Iya saya suka menyalakan lampu ketika harus menulis karena berada di tempat kurang cahaya rupanya kurang baik akibatnya bagi mata saya yang saat ini sedang berkurang kualitas penglihatannya. Pada benda-benda jauh rasanya jadi blur atau double. Dengan riwayat kesehatan mata yang nggak pernah nggak bagus pada sekian tahun terakhir, ini cukup meresahkan saya. Sebelum-sebelumnya memang saya sering menulis dengan cahaya alami yang terdapat di dalam rumah. Saya rasa itu salah satu penyebabnya.

Setelah saya tunggu berjam-jam, lampu masih juga mati. Saya mulai gemes pengin nguyel-nguyel petugas PLN-nya karena hari sudah siang dan to do list saya sama sekali belum jalan. Padahal waktu saya pendek cuma sampai sore saja untuk mengerjakan itu semua.

Jadi kemudian inilah, berbekal tas ransel berisikan laptop, planner dan dompet saya pindah ke cafe dalam mall. Demi mengerjakan satu per satu to do list yang belum juga sempat dibereskan sedari pagi-pagi tadi. Disela pusing dan terasa buntu di kepala, saya melewatkan waktu dengan browsing model cincin tunangan perak di MatahariMall. Iya jenis orang masa kini banget saya, lagi uninspired larinya ke browsing-browsing internet juga. Cuma beda aja situsnya yang diubek, ke e-commerce window shopping siapa tahu khilaf shopping beneran. LOL.

Ngapain kok nyarinya model cincin tunangan perak di MatahariMall? Padahal saya kan nggak lagi mau tunangan?

Ehm, saya pernah bercerita bahwa hingga saat ini saya tidak memakai cincin pernikahan kemana-mana. Iya sampai saat ini. Satu sisi saya merasa lebih nyaman bepergian tanpa cincin nikah karena sederhananya ya itu cincin emas beneran bukan cincin dari permen anak-anak yang kalau mrosot lepas dari jari bisa langsung beli lagi 10. Sementara cincin nikah kami cuma satu, buat saya doang dan kegedean. Mau dijual beli lagi yang pas tuh sayang sama kenangannya, plus saya juga parnoan pakai perhiasan emas kemana-mana.

Yang aman bagi kami adalah dengan membeli cincin perak yang sepasang, dengan begitu saya maupun suami bisa sama-sama pakai cincinnya terus lebih sreg di hati aja kalau mau dibawa kemana-mana. Kami nggak punya banyak waktu juga untuk survey dari toko ke toko karena itu lebih enak browsing-nya di e-commerce. Pokoknya sepasang, dan modelnya sih dia pasrah aja sama selera saya. Nggak banyak e-commerce yang jualan model cincin sepasang sebanyak yang ditawarkan MatahariMall, jadi bisa lebih leluasa sih milih-milihnya.

Ini model yang saya lagi taksir sementara ini, masih milih-milih juga sih. Worth to buy banget lho ini cuma 400ribuan sepasang tapi nggak kelihatan murce. Model model cincin tunangan perak ini juga cukup elegan nggak over kalau dipakai seusia kami.

Teman-teman pakai cincin nikah juga? Sepasang atau gimana?

No comments:

Post a Comment