November 15, 2016

WHAT I REALLY THINK ABOUT 4 NOVEMBER 2016

Serasa baru kemarin, 4 November dimana demo besar di Ibu kota Jakarta dilaksanakan. Pusat kota memutih karena saudara-saudara sesama muslim tumpah ruah menyatakan pembelaan mereka terhadap Islam. Demonstrasi berjalan dengan tertib, diisi dengan do'a bersama dan penyampaian apa yang menjadi uneg-uneg mereka kepada yang berwenang. Sungguh disayangkan betapa hari itu berakhir dengan kisruh setelah Magrib.

Panas dimana-mana, bahkan linimasa sosial media tidak habis-habis dengan opini panas dari berbagai pihak. Masing-masing emosi, masing-masing merasa berhak untuk mengomentari peristiwa ini dengan pendapatnya. Masing-masing marah sendiri-sendiri.

Saya adalah sebagian orang yang juga pengin berkomentar dengan berimbang tapi khawatir disalahkaprahi dengan tuduhan yang bermacam-macam. Barangkali pertambahan usia mampu membuat seseorang jadi semakin malas ribut dan berdebat, entah pada orang lain tapi begitulah saya.

Apa yang saya pandang dari aksi demonstrasi ini?
Bagi saya, setidaknya ini nggak ada kaitannya sama sekali dengan politik, meskipun berdampak pada prediksi saham Sindonews. Entah bagi kepentingan-kepentingan yang menyelipkan diri diantara kekusutan masalah ini untuk membantu tercapainya misi mereka. Tapi saya memandangnya sebagai murni ketersinggungan karena ulah oknum.

Nggak, ini nggak ada hubungannya dengan SARA. Nggak ada hubungannya dengan sentimen antar etnis atau agama. Justru saya bertanya-tanya pada yang menyebarkan berita kalau harap etnis tertentu waspada karena adanya demonstrasi bla-bla-bla. Bahkan ada juga himbauan untuk melindungi minoritas kepada para minoritas. I don't know but... memang selama ini bagaimana?

Apa selama ini para mayoritas nggak melihat minoritas sebagai manusia? Kan nggak. Apa selama ini mayoritas memusuhi minoritas? Kan nggak juga. Tapi saya percaya, dalam masyarakat kita selalu memperlakukan orang sebagaimana kita diperlakukan. Kalau ada tetangga yang SARA dan nggak menghargai tetangga lainnya karena itu, apa kita nggak males bergaul sama dia. Kalau ada orang yang baik hati tanpa membedakan, apa kita nggak seneng bergaul sama dia? So that's why.

Pengennya sih sebagai warga negara yang sama, kita nggak dinilai karena ras dan agamanya. Ya nggak sih? Entah ya saya bingung kalau ada yang mengeluarkan statement seolah-olah mayoritas memusuhi minoritas, karena lihatlah disekitar kita. Aman nyaman saja. Bahkan agama yang katanya mayoritas yakni muslim juga banyak dapat diskriminasi dimana-mana kok. Sering oleh agama lain, seringnya juga sesama muslim sendiri, sedih lho :))

Sedihnya, saya nggak tahu berasal darimana kok sesama muslim saling menghujat dan berdebat dalam diskusi panas. Sesama muslim kok... sedih saya melihat banyak orang mengata-ngatai para ulama yang turun untuk demonstrasi gara-gara nggak mengecek ulang transkripnya Buni Yani. Menurut saya pribadi sih ini nggak ada hubungannya dengan Buni Yani. Ulama sebanyak itu merundingkan hal sebesar itu, bahkan Syech Ali Jaber ikut turun untuk demonstrasi dan jatuh pingsan... apakah itu untuk kepentingan politik? Apakah itu hanya karena masalah kata 'pakai'? Saya rasa enggak.

Ulama nggak mikir panjang? Ulama sebanyak itu salah paham karena kata pakai yang hilang? Seharusnya Buni Yani yang dihukum?
Entah ya kok saya merasa jika kita termasuk orang yang berpendapat begini maka sama saja kita merasa kita ini yang benar, yang pintar sementara para ulama yang salah. Iya memang mereka manusia, dan manusia yang paling sempurna itu Rasulullah. Tapi bahasa Al Qur'an beda lho dengan bahasa sehari-hari, mereka yang lebih berhak untuk menerjemahkan dan menelaah bahasa Al Qur'an karena mereka mempelajarinya lebih dalam dan banyak daripada kita. Karena itu dalam mempelajari Al Qur'an kita perlu guru agar nggak salah tafsir. Jika mereka saja kita pandang nggak bener dalam hal ini lha apalagi kitaa?

Ilmu agamanya kita ini seujung kuku mereka pun bisa jadi belum ada tapi sudah sesumbar mereka demo karena nggak ngecek masalah kata pakai dan tidak pakai.
Sedih :(

Jadi buat saya masalahnya adalah tidak perlu ikut campur terhadap rumah tangga agama lain karena bukan wewenang kita pun kita juga tidak punya pengetahuan yang mumpuni berhubungan dengan agama lain. Jangankan mau ikut campur urusan agama lain, agama kita saja masih banyak yang perlu kita pelajari.

Saya besar dalam keluarga besar yang agamanya lebih dari satu.
Saya tahu setiap agama punya sebutannya masing-masing untuk ummat agama lain. Jangan tersinggung dengan sebutan itu, karena agama lain pun tentu punya sebutan masing-masing bagi non pemeluknya, ya kan? Sebutan apa? Saya pikir saya nggak berwewenang menyebutkan itu karena tentu bukan ranah saya.

Dulu orang tua saya selalu berkirim bingkisan dengan budhe saya yang non muslim saat hari rayanya, ya kami memang nggak mengucapkan selamat tapi kami mengirimkan bingkisan. Budhe saya nggak marah karena tidak adanya ucapan ini, karena itulah yang kami harus lakukan. Pun saya dan keluarga lain yang muslim pun juga nggak pernah sedikitpun mengusik ibadah keluarga kami yang non muslim karena itu hal yang sangat prinsipil saya rasa☺☺

Kalaupun semisal saya ngomong bahwa prinsip saudara-saudara saya yang non muslim itu dibohongi pakai ayat dalam kitab suci mereka dan mereka marah serta tersinggung ya hal yang wajar.
Karena memang saya salah ngomong begitu.
Saya salah secara etika maupun secara agama saya, karena toleransi yang diajarkan dalam Islam adalah tidak mengganggu agama lain pun juga membiarkan mereka beribadah dengan tenang, tidak menghalang-halangi apalagi mengatakan bahwa mereka salah karena dibohongi kitab sucinya. Dan tentu itu diluar urusan saya karena sudah termasuk ranah agama tersebut, bukan dalam ranah agama saya.

Iya sih saya memang nggak ikut demo, saya bahkan nggak tahu menahu mengenai isu demo sebelum hari tersebut. Tapi paling tidak saya nggak mencemooh dan marah-marah pada mereka yang sedang demo, yang sebagian besar berasal dari ulama-ulama yang seujung kuku mereka pun ilmu agama saya belum sampai. Marahlah pada yang patut dimarahi, pemicu dan pelaku kerusuhan contohnya. Karena sebagian kecil tidak mencerminkan seluruh. Ya seperti misalnya orang jawa timur itu keras dan doyan ngomong kasar, yang halus dan penyabar padahal juga banyak :)) Nggak bisa dong disetarakan. Dari Sindonews saya juga tahu tentang adanya kemungkinan penguatan dollar entah karena peristiwa ini atau karena presiden baru USA, saya juga membaca prediksi saham Sindonews bahwa pergerakan saham juga turun dipengaruhi aksi demo. Sebegitu kuatkah pengaruhnya?


Ada hashtag obrolan pendemo yang menyudutkan tentang massa bayaran dan sebagainya yang makin bikin saya sedih apalagi yang meramaikan juga banyak yang muslim. Ah mungkin kita sering lalai bahwa apapun yang kita hujat, kita cela dan maki nantinya akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah. Kita ini, termasuk saya yang nggak ikut demo damai barangkali harus menjelaskan langkah yang kita ambil dihadapan Allah nanti. Kemana kita saat orang lain memperjuangkan kebenaran Al-Qur'an?

Yah, yang jelas dengan penjelasan para ulama membuat kita bisa memahami seutuhnya pada penyebab adanya demo bahwa ini bukan tentang SARA sama sekali tetapi mengenai hal yang prinsipil kami yakini kemudian ada yang melecehkan sesuatu yang kami pandang prinsip itu. Itu saja. Bukan tentang sentimen antar agama ataupun etnis.

Bagaimanapun tanpa kita yang berbeda-beda ini, tidak akan ada Indonesia yang bhineka tunggal ika.
Stay love and respect :)

3 comments:

  1. bener ya mba, saya juga hanya bisa berdo'a semoga umat muslim benar benar menegakan agamanya.

    ReplyDelete
  2. Saya ga ikut demo bukan berarti masa bodo juga sih. Saya mengikuti beritanya kok, tapi ya kita punya pandangan sendiri2.

    ReplyDelete
  3. Aku awalnya ngikutin update 411 ini. Tapi, karna "panas" di kedua pihak, jadi males ngikutin. Masalah utamanya kan omongan Ahok. Kalaupun ada yang mem-blow up, ya itu juga karena ada yang ngomong sembarangan. Kalau dia ngomongnya hati2 kan nggak ada yang perlu di-blow up juga yak.

    ReplyDelete